Senin, 18 Januari 2010

Pemulung

Foto ini saya ambil disuatu siang, pada tanggal 30 Desember 2009 di Jalan Banceuy kota Bandung. Hari itu hujan, dan saya mengambil kamera Samsung GX10 yang saya pinjam untuk berlatih memotret. Namun seorang lelaki paruh baya tak lama kemudian melintas di depan muka saya dengan minuman dalam kemasan plastik. Ia lalu membuang begitu saja sampah plastik itu, tanpa sengaja dari view finder kamera, saya menangkap sosok pemulung yang sedang berjalan berlawanan dengan pembuang sampah tadi.

Maka berpikir saya mengenai usaha para pemulung. Sebagai informasi pemulung adalah orang yang memungut barang bekas dan sampah lainnya untuk proses daur ulang, dan tidak dapat dipungkiri merupakan suatu pekerjaan yang memiliki konotasi yang negatif dimata sebagian besar masyarakat. Untuk mendapatkan rupiah, seorang pemulung mesti melewati beberapa fase perjuangan yang tidak ringan. Mereka mesti menghadapi stigma yang sudah lama ditimpakan oleh para petugas ketertiban umum. Mereka telah dicitrakan sebagai sampah yang mesti disingkirkan. Berkali-kali, mereka harus berhadapan dengan barikade petugas ketertiban umum yang telah diindoktrinasi lewat dogma-dogma ketertiban umum yang menyesatkan. Penggarukan, penggusuran, atau pemaksaan kehendak, sudah merupakan hal yang biasa mereka lakukan kepada orang-orang yang dianggap menyandang masalah sosial. Dengan beban keranjang dan senjata ”pulung” di tangan, para pemulung sering diangkut dengan cara paksa di atas mobil bak terbuka, Kadang saya sadari kehadiran mereka kemudian jadi sangat besar artinya, terutama karena masih banyaknya masyarakat yang belum disiplin soal kebersihan lingkungan. Tahukah bagaimana jadinya jalanan seperti ini tanpa pemulung? Mungkin sampah menumpuk sepanjang jalan hingga kita tidak bisa melewatinya ataupun banjir disaat musim hujan tiba.

Hal lain yang kemudian saya perhatikan yaitu mengenai sampah yang mereka pungut. Sampah yang mereka ambil merupakan sampah-sampah yang dapat didaur ulang. Daur ulang merupakan suatu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri dari atas kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemrosesan, pendistribusian dan pembuatan produk. Proses daur ulang sendiri, merupakan suatu proses untuk menjadikan suatu bahan bekas menjadi bahan baru dengan tujuan mencegah adanya sampah yang sebenarnya memilki banyak manfaat. Dari manfaat yang dapat dihasilkan proses daur ulang itu misalnya mengurangi penggunaan bahan baku yang baru (terutama jenis plastik), mengurangi penggunaan energi, mengurangi polusi (air, udara dan tanah), kerusakan lahan dan emisi gas rumah kaca jika dibanding dengan proses pembuatan barang baru.

Yang kemudian dapat saya renungi, bahwa pekerjaan yang baik dan mulia sesungguhnya adalah pekerjaan memberikan manfaat bagi sesamanya. Mungkin para pemulung ini, sadar maupun tidak sadar telah melakukan aksi nyata ketika para kebanyakan masyarakat hanya membahas mengenai cinta lingkungan maupun slogan go green-nya namun semua yang dibahas itu kemudian hanya sebatas menjadi wacana yang hanya dilakukan pada momen/kegiatan tertentu saja. Kita bahkan mungkin masih saja melakukan hal yang sama dengan seorang lelaki yang saya temui tengah membuang sampah tanpa malu-malu dipinggir jalan siang itu.

Walau demikian, jadi pemulung bukanlah harapan dan cita-cita. Tak seorang pun yang menginginkan predikat semacam itu melekat pada dirinya. Namun, situasi kemiskinan struktural yang sudah demikian mengakar di negeri ini, disadari atau tidak, telah melahirkan terciptanya pemulung sebagai mata pencaharian baru. Jangan salahkan mereka jika kehadirannya terpaksa mengganggu kenyamanan pandangan mata para pemuja gaya hidup
materialistis dan hedonis.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Berkomentar